Archive for the ‘seharihari’ Category

24110

– memetakan dimana hidup saya sekarang
– menentukan kemana saya akan membawa hidup saya
– belum pernah sejelas ini terhadap arah.

mari bergerak…

Heboh2an last day

Gara-gara film 2012 yang kayanya ada hubungannya ma kiamat2an (kayanya loh ya, soalnya saya ga nonton nih, cuma denger2 kabar burung aja), orang2pun mulai berandai2 apa yang lo lakukan 2012 nanti, apa yang mau dilakukan kalo udah ga ada besok lagi.

Saya juga perna posting disini tentang apa yang mau saya lakukan kalo hari ini adalah hari terakhir dalam hidup saya. Ya ya, beragam jawaban yang muncul mulai dari mau ngaku dosa, bertobat, mo kawin, sampe mau menikmati sunrise terakhir n spend time with my family. Tapi itu, kalo kita tau kapan si last daynya. The problem is, we can’t reserves the time and place. So is that all relevant?

And in the end, the question wouldn’t be “what would you do on your last day or if today’s your last day in the world”, but…

why waiting for last day to do such a thing?

Kalau emang itu baik,

why? why? why?

 

Baik-baiklah Menyalahkan yang Benar

Benar Tetaplah benar.
Baik Selalu Baik
Salah Adalah Salah
Iyakah?

Belakangan saya menyadari sepertinya ga juga ya. Content benar bila diucapkan oleh orang yang salah maka contentnya bisa dianggap salah.

Maksudnya gini,
– misalnya ada seorang yang emang terkenal suka memberi petuah motivasi2 handal bilang abcde
– lalu ada orang biasa, anggeplah orang emosian kek saya yang ngomong juga tentang abcde

Gimana respon pendengarnya?
Sebagian besar orang pasti akan setuju dan makin ngefans sama si orang terkenal. Saya? Mungkin orang akan mengangkat sebelah alisnya sambil bilang, “ngomong apa sih lo?’ “b*lls*it” dll dll. Mungkin ga ky gitu? Mungkin banget dong.

Kesimpulannya apa? Kesimpulannya baik, salah, dan benar itu ga objektif, masih memilah-milah siapa yang berbuat, siapa yang mengutarakan, siapa yang mengungkapkan. Manusia masih terlalu sombong untuk mengakui bahwa semua orang membawa wisdomnya sendiri-sendiri.

Coretlah slogan don’t judge a book by its cover (karena kalo beli buku belakangnya cuma foto penulis dan bukunya diplastikin). Slogan kita belajar dari semua orang harus ditinjau ulang, karena kita masih punya idola-idola penyampai kebenaran, yang lain hanya sampah.

Tukang Tipu Ga mutu

Tadi subuh 30.06.2009 2.25am, saya dapet sms dari nomor: +6285716339698. Isi pesannya begini:

Anda Mendapatkan 2 PESAN GAMBAR dr +6285716339698 dan lainnya, Untuk Menampikan: ketik: TP (spasi) +6285716339698 (spasi) 12345 kirim ke 151 (2X Gratis).

Baru pagi sih gue bales,
Woi tukang tipu. Lo kira lo pinter sendiri hah? Anjing.

2 kali gue kirim tp masih belom delivered sampe skarang. itu 12345 lebih rela gue pake buat sms tukang tipu deh drpd gue ksh pulsa cuma2 ke dia. Cuh…

Mengurangi Kata Maaf

Kata Taomingse juga, kalo maaf bisa menyelesaikan masalah buat apa ada polisi? Penjara bisa kosong. Arogan. But he’s rite.

Jumlah kata maaf yang dikeluarkan seseorang berbeda-beda tergantung sifat si orang tersebut. Ada si plegmatis yang sering banget ngomong kata ini walaupun dia ga salah, sampe orang arogan yang ga pernah bilang maaf, karena merasa dirinya ga pernah salah dan menganggap asalkan dia ga kena dampak sesuatu maka ga ada masalah.

Bukan yang seperti itu maksud judul saya itu. Tapi bagaimana agar kita ga usah melanggar janji sehingga ga usah mengatakan kata maaf.

“Maaf saya ga jadi dateng, abis udah masak nasi””

“Maaf saya belom selesai buatnya, tadi malem ketiduran, soalnya …”

Maaf-maaf begini sebenernya mengarah pd menyalahkan suatu keadaan. Saya benar-benar muak dengan orang yang begini.. Kecuali si soalnya itu emang bener-bener ga bisa terhindarkan loh ya..

Kenapa? karena ini berkaitan sama janji, ujung2nya sama integritas. Saya ga bilang jd saya ok2 aja sama org yg tiba2 ilang ga ada kabar. Itu sih orang paling sucks dari yang paling sucks. Saya tetep lebih menghargai orang yg masih berani memberi kabar dng embel2 maaf itu.

Balik lagi, kalo emang ga bisa menyanggupi, ga usahlah bilang iya. Bilang aja ga bisa. Ga usahlah mengotori dunia sama janji-janji palsu.

I will,  I do, tolong hargai kebermaknaan kata-kata tersebut.

Mari mengurangi penggunaan kata maaf dengan memperbaiki diri sendiri.